ďťżPERBEDAAANASWAJA VS WAHABI SALAFI. Penulis dan analisis Oleh : Von Edison Alouisci ke 72 bahasan perbedaan dan itu akan terus bertambah. jadi, akan terasa panjang.. jika dimuat semuanya. tidak layak digelar sebagai Ahlussunnah wal jamaah Rujukannya : Kitabnya: Min Masyahir Almujaddidin Fil Islam,m/s: 32, terbitan:Riasah
AS-SALAFIYAH, FIRQATUN NAJIYAH GOLONGAN YANG SELAMAT DAN THAIFATUL MANSHURAH KELOMPOK YANG MENANGOleh Syaikh Abu Usamah Salim bin Ied Al-Hilaaly4. Ahlus Sunnah wal Jama’ah Pembicaraan tentang hal ini ditinjau dari beberapa sisi Kedua Ahlus Sunnah wal Jama’ah Adalah Al-Firqatun Najiyah Dan Ath-Thaifah Al-Manshurah Serta Ahlil Hadits. Berkata Syaikhhul Islam dalam Majmu’ Fatawa 3/129 Amma ba’du, inilah aqidah Al-Firqatun Najiyah Al-Manshurah sampai tegaknya hari kiamat Ahlus Sunnah wal Jama’ah, dan berkata dalam tempat yang lain 3/159 Dan jalan mereka adalah agama Islam yang Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengutus dengannya Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, akan tetapi ketika Nabi Shallallahu alaihi wa sallam mengkahabarkan bahwa Umatnya akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, semuanya di nereka kecuali satu yaitu Al-Jama’ah dan dalam hadits yang lain beliau bersabda mereka adalah yang berada seperti yang aku dan para sahabatku ada sekarang, maka jadilah orang-orang yang berpegang teguh kepada Islam yang murni dan bersih dari campuran adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah ada pada mereka orang-orang Shiddiq, syuhada dan orang-orang shalih dan dari mereka-mereka ini terdapat para tokoh-tokoh Ulama dan pelita umat yang memiliki kebesaran dan keutamaan yang terkenal serta ada pada mereka Al-Abdaal yaitu para imam yang telah disepakati kaum muslimin dalam petunjuk dan ilmu mereka. Merekalah Ath-Thaifah Al-Manshurah yang diceritakan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ، لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ، حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللهِ “Senantiasa ada dari umatku sekelompok orang yang menegakkan kebenaran tidak merugikannya orang yang menghina sampai datangnya hari kiamat”Kita memohon kepada Allah yang Maha Agung untuk menjadikan kita termasuk dari mereka dan untuk tidak menyesatkan hati-hati kita setelah mendapat petunjuk serta menganugrahkan kita rahmat dariNya karena Dia adalah Al-Wahaab yang Maha Pemberi. Wallahu a’ berkata juga dalam 3/345 Oleh karena itu Al-Firqatun Najiyah disifatkan sebagai Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan mereka adalah mayoritas terbesar dan As-Sawadullah Al-A’ lagi beliau 3/347 Dengan demikian jelaslah bahwa orang yang paling berhak dijadikan sebagai Al-Firqatun Najiyah adalah Ahlul Hadits dan As-Sunnah yang tidak memiliki satu tokohpun yang diikuti secara fanatik kecuali Rasulullah sedangkan mereka adalah orang-orang yang paling mengetahui ucapan dan perbuatan Rasulullah, yang paling dapat membedakan yang shahih dan yang lemah dari hal tersebut sehingga para imam mereka adalah orang-orang yang faqih dan paling mengenal makna hadits-hadits tersebut dan paling mengikutinya secara keyakinan, amalan, kecintaan dan memberi loyalitas kepada orang-orang yang memiliki loyalitas kepadanya dan membenci orang yang membencinya, merekalah orang-orang yang mengembalikan perkataan-perkataan yang tidak pasti kepada apa yang ada didalam Al-Kitab dan As-Sunnah sehingga mereka tidak menetapkan satu perkataan lalu menjadikannya termasuk pokok-pokok agama dan pendapat mereka jika tidak ada ketetapannya pada apa yang telah dibawa Rasulullah bahkan menjadikan semua yang dibawa Rasullullah Shallallahu alaihi wa sallam dari Al-Kitab dan As-Sunnah sebagai pokok sumber yang mereka yakini dan Antara Ahlus-Sunnah wal Jamaah Dan Salafiyah Banyak dari kalangan kelompok Ahlul Bid’ah dan golongan-golongan sesat yang menggunakan nama Ahlus-Sunnah Wal Jama’ah untuk menyimpangkan orang-orang awam dari dari kaum muslimin dari fitrah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatwa 3/346 “Banyak orang-orang menyebutkan tentang golongan-golongan ini dengan hukum prasangka dan hawa nafsu lalu menjadikan kelompoknya dan orang yang menisbatkan dirinya dan memberikan loyalitas kepada tokoh pemimpin yang diikutinya adalah ahlus-Sunnah Wal Jama’ah dan menjadikan orang-orang yang mnyelisihinya sebagai Ahlul Bid’ah, hal ini merupakan kesesatan yang nyata, karena ahlul Haq was-Sunnah Wal Jama’ah tidak punya panutan kecuali Rosulullah Shalallahu Alaihi wasalam “.Sebagian mereka memasukan kelompok Asyariyah sebagai bagian dari Ahlus-Sunnah Wal Jama’ah sebagaimana yang dilakukan oleh Abdul Qahir bin Thoohir Al Baghdadiy wafat tahun 429 H dalam Al Farqu Bainal Firaq dalam perkataannya ”Ketahuilah semoga Allah subhanuhu wa Ta’ala memberikan kebahagian kepada kalian -Sesungguhnya ahlus-Sunnah wal Jama’ah ada delapan kelompokSekelompok mereka memiliki ilmu tentang bab-bab pembahasan tauhid dan nubuwah, hukum-hukum Alwa’ wal Wa’id, pahala dan dosa, syarat-syarat ijtihad, keimamahan dan kepemimpinan dan mereka ini berjalan pada bidang dari ilmu ini jalannya saufatiyah orang yang menetapkan sifat dari kalangan ahlil kalam yang berlepas diri dari Tasybih dan Ta’thil dan dari kebida’han Rafidhoh, Khawarij, Jahmiyah dan An-Najariyah dan seluruh ahli hawa yang mutaakhirin menyangka bahwa umat Islam telah menyerahkan kepemimpinannya dalam masalah aqidah kepada Asy’ariyah dan Maturidiyah, berkata Sa’id hawa dalam kitab Jaulatun Fil Fiqhaini hal. 22, 66, 81 dan 90 ” Dan umat ini telah menyerahkan permasalahan i’tiqad kepada dua orang yaitu Abul Hasan Al-Asy’ariy dan Abu Manshur Al Maturidiy” dan berkata Azzabidiy dalam kitab Ithaafis Saadatil Muttaqiin 2/6” Jika disebutkan Ahlus-Sunnah Wal Jama’ah yang dimaksud adalah Asy’ariy dan Maturidiyah…”Akhirnya istilah Ahlus-Sunnah wal Jama’ah telah menjadi longgar yang masuk padanya orang-orang yang memiliki penyimpangan dalam aqidah khususnya masalah sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala, oleh karena itu sepatutnya menggunakan kata Salafiyah untuk menunjukan Al-Firqatun-Najiyah, Ath-Thoifah Al Manshurah, Al-Ghuraba dan Ahlil Dai yang tetap terus menggunakan kata Ahlus-Sunnah Wal Jama’ah berkata Apa pendapatmu jika ada beberapa kaum lalu mengaku Salafiyah sedang mereka dari kelompok-kelompok yang menyimpang, apakah kamu akan meninggalakan kata Salafiyah dan menggantinya dengan yang lain ?Jawabannya dari beberapa sisiAnggapan ini menghasilkan mata rantai yang tidak ada ujungnya. maka hal itu merupakan anggapan hipotesa pada permasalahan yang belum terjadi lagi sedangkan para Salaf membenci pertanyaan tentang perkara-perkara yang dianggaop ada dan masalah-masalah khayalan pengakuan kelompok-kelompok ini yang belum kita lihat dan belum kita dengar terhadap manhaj Salaf merupakan benturan terhadap pemikiran-pemikiran mereka karena manhaj Salaf mengharuskan pengikutnya untuk mengikuti jalannya para sahabat, hal ini tampak jelas dengan keterangan berikut Semua kelompok-kelompok yang menisbatkan diri kepada Ahlus-sunnah wal Jama’ah tidak ada yang berani mengatakan Saya yang terkenal dengan kebidahannya tidak ada yang mengaku bermadzhab Salaf dan mengikuti Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam Majmu Faatwa 4/155 ” Yang dimaksud disini bahwa kelompok-kelompok yang terkenal diantara Ahlus-Sunnah Wal Jama’ah yang memiliki kebidahan sesungguhnya tidaklah mengikuti ajaran Salaf, apalagi kelompok ahlul bid’ah yang termasyhur yaitu Rafidah, sampai-sampai orang awam tidak mengenal syiar kebidahan kecuali Rafidhah, sedangkan sunniy dalam istilah mereka adalah orang yang tidak syiah dan demikianlah karena mereka paling menyelisihi hadits-hadits nabi dan makna Al-Qur’an dan yang paling mencela Salaf umat ini dan para imamnya serta melecehkan mayoritas umat dari macam-macam kelompok, sehingga ketika mereka semakin jauh dari mengikuti salaf maka yang paling masyhur dalam kebid’ahan. Sehingga diketahui bahwa syiar ahlul bid’ah adalah tidak mengikuti ajaran mengikuti salaf, oleh karena itu berkata Imam Ahmad dalam Risalah Abdus bin Malik Ushul As-Sunnah menurut kami adalah berpegang teguh dengan apa yang difahami para sahabat Nabi Shallallahu alaihi wa berkata lagi 4/156 “Adapun anggapan ajaran salaf termasuk menjadi syi’ar Ahlul Bid’ah maka itu satu kebatilan karena hal itu tidak mungkin kecuali ketika kebodohan meraja lela dan ilmu sedikit”.Oleh karena itu kita berbahagia dari balik keterus terangan ini sebagai langkah awal kepada dakwah Salafiyah yang tegak diatas Al-Kitab dan As-Sunnah yang shahih dengan pemahaman As-Salaf Ash-Shalih untuk memasukkan kelompok-kelompok yang menisbatkan diri kepada imam yang empat dalam fiqih Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi’i dan Ahmad pent kedalam ruang lingkup Ahlus Sunnah Wal Jama’ah…Sedangkan yang tersembunyi biarlah ada yang mengatakan “Ini tidak terbesit dalam pikiran kami, sedangkan Allah Subhanahu wa Ta’ala mengetahui keadaan kita”.Saya jawab Alanglah pasnya ucapan penyair. Jika kamu tidak tahu maka itu satu musibahAtau kamu tahu maka musibahnya lebih besar. Seandainya bukan karena kitab ini kitab dasar sungguh saya akan panjang lebarkan dalam perinciannya.[Disalin dari Kitab Limadza Ikhtartu Al-Manhaj As-Salafy, edisi Indonesia Mengapa Memilih Manhaj Salaf Studi Kritis Solusi Problematika Umat oleh Syaikh Abu Usamah Salim bin Ied Al-Hilaly, terbitan Pustaka Imam Bukhari, penerjemah Kholid Syamhudi] Home /A3. Mengapa Memilih Manhaj.../Antara Ahlus-Sunnah wal Jamaah...
Ahlussunnahwal Jama'ah merupakan istilah yang terbentuk dari tiga kosa kata : Tidak ada perbedaan antara salafi saat ini dengan wahabi. Keduanya ibarat dua sisi mata uang : satu dari sisi memiliki keyakinan dan pemikiran. Lihat Aqidah ahlusunnah wal jamaah karya hasan ali ibn assaqif ,dir al imam an nawawi ,cet .1. h2013 dan
Dalam kitab Muzilul Ilbas dikemukakan penjelasan Syaikh Muhammad Id Al Abbasi tentang Ahlussunnah dan Salafiy. Segala puji bagi Alloh. Shalawat dan salam untuk Rasul yang tidak ada Nabi sesudahnya. Begitu juga terhadap keluarganya, sahabatnya, dan tentaranya. Salafiyah adalah penisbatan kepada Shalafus Shalih. Mereka adalah orang-orang yang berada pada tiga abad pertama yang utama dan dikenal kebaikannya. Tidak ada keraguan bahwa mereka adalah kelompok yang mendapat pertolongan dan kemenangan, seperti dikabarkan Rasulullah shallallahu alaihi wasalam. Ahlussunnah wal Jamaah pada hakikatnya adalah kaum Salaf. Istilah Ahlussunnah wal Jamaah muncul pada saat pelaku bid’ah dan beragam firqah dari kalangan Mu’tazilah, Rafidhah, Khawarij, dan firqah-firqah lainnya yang tersebar. Para ulama kemudian memandang cukup menggunakan istilah Ahlussunnah wal Jamaah. Sayangnya orang-orang berikutnya yang telah keluar dari Manhaj Salaf menggunakannya sebagai tanda bagi diri mereka. Kelompok Asy’ariyah mengaku Ahlussunnah wal Jamaah. Demikian pula Al Maturidiyah, kalangan Tasawuf, dan bahkan pelaku bid’ah. Akhirnya nama ini tidak lagi memadai untuk membedakan antara pengikut kebenaran seperti telah ditunjukkan kalangan salafusshalih. Karenanya, banyak ulama dan peneliti yang memandang perlu menggunakan nama baru untuk menjelaskan pengertian Ahlussunnah wal Jamaah yang sebenarnya. Sebab, sebagian orang yang tidak termasuk dari kalangan Ahlussunnah wal Jamaah juga menggunakan nama ini. Maka jadilah Ahlussunnah wal Jamaah khusus untuk orang-orang yang mengikuti kaum Salaf. Demikianlah kondisi penamaan Ahlussunnah wal Jamaah jika dibandingkan penamaan Islam pada zaman Rasul shallallahu alaihi wasalam. Nama ini sebelumnya tidak pernah ada. Seseorang cukup dikatakan Muslim untuk membedakan pengikut kebenaran yang mengikuti Rasulullah shallallahu alaihi wasalam dengan benar dan jujur. Lalu mengapa para ulama mengambil istilah Ahlussunnah wal Jamaah dan tidak mencukupkan dengan istilah Islam? Sebagian pihak barangkali berkata, “Cukuplah penamaan Islam.” Kita jawab, “Apakah Anda mengakui langkah para ulama seperti Imam Ahmad dan yang lainnya dengan mengambil nama Ahlussunnah wal Jamaah sebagai nama bagi kalangan Muslim yang sebenarnya?” Mereka tentu akan berkata, “Betul.” Kita katakan, “Inilah alasannya. Ini adalah desakan baru sehingga dipergunakan nama Ahlussunnah wal Jamaah untuk membedakan Muslim yang sebenarnya. Hal ini pulalah yang membuat banyak ulama peneliti mengambil nama baru untuk membedakan Ahlussunnah wal Jamaah yang sebenarnya. Nama ini sesungguhnya mensyaratkan pemahaman Salaf terhadap Al Qur’an dan Assunnah. Sebagai bentuk penamaan yang membedakan secara sempurna – seperti Ahlussunnah wal Jamaah yang membedakan antara pengikut kebenaran dari kalangan umat Islam dengan yang lainnya sebagaimana halnya tidak ada perbedaan antara Ahlussunnah wal Jamaah dan kata Muslim’ – dapat disimpulkan bahwa Ahlussunnah wal Jamaah adalah kaum Muslimin yang sesungguhnya. Karena itu, tidak ada perbedaan antara Ahlussunnah wal Jamaah dan Salafiy, untuk membedakan mana Muslim yang hakiki dan mana yang tidak. Selain itu, terdapat larangan menggunakan kata Islam hanya untuk Ahlussunnah wal Jamaah dan Salafi saja. Sebab, pengertiannya yaitu orang-orang selain mereka adalah non-Muslim. Ini tidak benar. Kita tidak boleh mengkafirkan para pengikut firqah sekte-sekte secara umum seperti kaum Khawarij. Bahkan Imam Ali Radhiallahu anhu tidak mengkafirkan mereka. Ketika beliau ditanya, “Apakah mereka orang kafir?” Beliau menjawab, “Tidak. Mereka melarikan diri dari kekafiran. Mereka tetap saudara kita, tapi memberontak kepada kita.” Mereka tetap terjalin dalam ikatan Islam meskipun sangat lemah. Mereka tetap berada dalam kelompok umat Islam secara umum, tetapi mereka menyimpang dan sesat. Untuk membedakan mana Muslim yang hakiki, tidak sesat, dan tidak menyimpang – di antara orang-orang dari kalangan Rafidhah Syiah, Mu’tazilah, Jahmiyah, Jabariyah dan lainnya – maka dipergunakanlah nama ini. Karena itu, diriwayatkan dari Imam Ahmad bahwa suatu ketika beliau berada dalam sebuah majelis. Salah seorang yang hadir berkata, “Segala puji bagi Alloh yang menunjukkan kita kepada Islam.” Imam Ahmad lalu menambahkan, “Katakanlah, dan kepada Assunnah.” Maksud beliau, betul kita memuji Alloh bahwa kita termasuk dalam golongan umat Islam, tetapi ketika Islam ini dalam prakteknya mengambil banyak bentuk dalam berbagai firqah, maka katakanlah, “Dan kepada Assunnah.” Karena kenikmatan yang berhak atas banyak pujian, yaitu bahwa Alloh telah memberi petunjuk jalan selamat kepada seseorang dalam hal yang disengketakan banyak orang. Karena seorang Muslim tidak akan selamat hanya dengan memeluk Islam, sehingga ia termasuk golongan yang selamat Al Firqah An Najiyah. Sebab, dalam umat Islam terdapat 73 golongan. Jika ia termasuk salah satu dari 73 golongan tersebut, dan ia beramal dengan amalan yang besar dan banyak laksana gunung, maka hal itu tidak berguna untuknya, bahkan ia akan disiksa di Neraka. Seperti diketahui, semuanya berada dalam Neraka kecuali satu, maka nikmat yang sempurnya adalah jika ia memeluk Islam dan ke-Islamannya itu berada di jalan kelompok yang selamat. Ini merupakan realitas sejarah yang beragam dan mendorong banyak ulama untuk membedakan pengikut kebenaran dalam sejarah fase pertama, lalu fase kedua. Sebab, kalangan Asy’ariyah, Maturidiyah, Sufiyah dan ahli bid’ah lainnya juga mengambil nama Ahlussunnah wal Jamaah. Tidak satu pun dari mereka berkata, “Saya mengikat pemahaman saya sesuai dengan Al Qur’an dan Assunnah sesuai dengan pemahaman Salafusshalih.” Dengan demikian mereka telah menyingkap dan membedakan antara berbagai kelompok ini dengan adanya istilah “kelompok yang selamat” Al Firqah An Najiyah. Mereka mengambil pemahaman Salaf untuk membedakan pemahaman yang benar terhadap Islam, Al Qur’an dan Assunnah. Hal ini ditunjukkan oleh ayat-ayat Al Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah shallallahualaihi wasallam. Inilah yang dianjurkan dan dinasihatkan untuk diikuti. Al Qur’an dan Assunnah menyuruh untuk mengikuti petunjuk kaum Salafusshalih, mengikuti pemahaman, dan konsisten mengikuti jalan mereka.
Berikutadalah karakteristik dari firqah Ahlussunnah wal Jamaah. 1. Al-Tawasuth dan al-Iqtishad. Tawasuth adalah suatu pola mengambil jalan tengah bagi dua kutub pemikiran yang ekstrem (tatharruf): misalnya jalan tengah antara Qadariyah (free-will) di satu sisi dengan Jabariyah (fatalism). Di sisi yang lain; skriptualisme ortodokos salaf dan
Pertanyaan السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته Ana mau tanya, apa perbedaan dan persamaan WAHABI dan AHLU SUNNAH WAL JAMAAH? Ana mengikuti kajian ini dicap sebagai aliran wahabi yang sekarang katanya berganti nama jadi ahlu sunnah wajamaah. Ana belum faham karena ana juga masih dalam taraf belajar. Syukron. Dari Yanti Di Bogor Anggota Grup BIAS T05 G-32. Jawaban وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته Julukan Wahabi di zaman ini, di hari ini, akhir-akhir ini sering kali dilontarkan kepada ahlus sunnah wal jama’ah agar kaum muslimin lari menjauh dari dakwah ahlis sunnah. Julukan Wahabi ini aslinya dahulu adalah julukan untuk para pengaikut Abdul Wahab bin Abdurrahman bin Rustum yang terkenal bengis dan kejam. Namun karena ketidak sukaan beberapa orang pada gerakan pemurnian Islam, ia lantas disematkan kepada para pengikut Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang menebarkan dakwah ahlis sunnah wal jama’ah/dakwah Islam yang murni. Ahlus sunnah wal jama’ah yang diantara tokohnya adalah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, maknanya orang-orang yang senantiasa berpegang teguh terhadap sunnah dan ajaran Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam. Ketika mereka mengetahui ada larangan atau perintah dari Nabi shalallahu alaihi wa sallam mereka langsung tunduk dan patuh. Jadi Wahabi yang sesungguhnya adalah para pengikut ajaran Abdul Wahhab bin Rustum. Sedangkan ahlus sunnah wal jama’ah adalah para pengikut sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam yang di zaman ini diantara tokohnya adalah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Wallahu a’lam Konsultasi Bimbingan Islam Ustadz Abul Aswad Al Bayati Read Next November 7, 2022 Mengenal Para Salaf September 15, 2022 Bolehkah Memilih Pemimpin Asal-Asalan? September 13, 2022 Pemimpin Zalim Harus Dibuka Aibnya. Benarkah Pernyataan Itu? September 7, 2022 Tidak Tahu Melakukan Perbuatan Pembatal Keislaman, Auto Kafir? June 29, 2022 Pemimpin Berbohong, Zalim Dan Tidak Adil, Wajib Taat? June 13, 2022 Sikap Muslim Terhadap Pemerintah/Pemimpin May 23, 2022 Ini Dia Cara Mengetahui Manhaj Seseorang! May 16, 2022 Siapa Yang Berhak Menghukumi Ahlul Bid’ah? March 18, 2022 Mengaku Bermanhaj Salaf, Tapi Akhlaknya Kok March 4, 2022 Menyikapi Pemimpin yang Suka Ngibul
Dankarena pengertian tentang Ahlussunnah tidak dipahami dengan benar oleh kaum muslimin, maka muncullah berbagai aksi kekerasan dan terorisme. Beliau menegaskan bahwa "Ahlussunnah Wal Jamaah" dalam perspektif Al-Azhar adalah para pengikut Imam Abu Hasan al-Asyari, Imam Abu Manshur al-Maturidi dan Ahli Hadis. APA PERBEDAAN dari AHLUS SUNNAH WAL’JAMAAH , SALAFY, ASWAJA dan WAHABISM? Bismillah, Ahlus sunnah adalah mereka yang setidaknya faham dan mengamalkan beberapa nash ini Allah Azza wa jall berfirman ”Berpeganglah kamu semua pada tali Allah Al Qur’an dan Sunnah, dan janganlah kamu berpecah belah” Al Qur’an. Surat Ali Imron 103 “ Hai orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah RasulNya dan Ulil Amri diantara kamu, Kemudian jika kamu berlainan/berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikan ia kepada Kitabullah Al Qur’an dan Rasul Sunnahnya jika kalian benar2 beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya.” Al Qur’an. Surat An Nisa’ 59 “Katakanlah , “Inilah jalan ku, aku dan orang-orang yang mengikuti ku menyeru kalian kepada Allah Ta`ala dengan ilmu yang nyata .Maha Suci Allah dan aku tidak termasuk oarng-orang yang musyrik” QS. Yusuf 108 “Wahai orang2 yang beriman, masuklah kamu kedalam Islam secara keseluruhan Total, dan jangan kamu ikuti langkah2 syetan, sesungguhnya ia syetan adalah musuhmu yang nyata” QS. Al Baqoroh ayat 208 Dari Mu’awiah Radhiallahu anhu, ia berkata Rasulullah Shallallaahu alaihi wa sallam berdiri diantara kami lalu bersabda “Ketahuilah bahwa umat sebelum kalian dari golongan ahli kitab berpecah-pecah menjadi 72 firqoh/golongan, dan sesungguhnya umatku sampai dengan hari kiamat nanti akan terpecah menjadi 73 firqoh/golongan, dimana dari 73 golongan ini, yang 72 golongan terancam neraka dan hanya satu golongan yang menjadi ahli surga. Ketika para sahabat bertanya kepada Nabi Shallallahu alaihi Wassalam tentang siapa golongan yang hanya satu itu, Rasulullah menjawab “Al jama’ah, yang aku dan para sahabatku ada diatasnya/berpijak pada sunnahku”. SHAHIH, Riwayat Ahmad, Abu Daud, dishahihkan oleh Al Albani Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda ”Barang siapa yang mengada-adakan sesuatu amalan dalam urusan agama yang bukan datang dari kami Allah dan Rasul-Nya, maka tertolaklah amalnya itu”. SHAHIH, riwayat Muslim Juz 5,133 Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda “Amma ba’du! Maka sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah Al-Qur’an dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallaahu alaihi wa sallam. Dan sejelek-jelek urusan adalah yang baru / yang diada-adakan Muhdast dan setiap yang muhdast adalah bid’ah dan setiap yang bid’ah adalah sesat dan setiap kesesatan tempatnya di neraka” SHAHIH, riwayat Muslim Juz 3, 11, riwayat Ahmad Juz 3, 310, riwayat Ibnu Majah no 45 Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda “Sesungguhnya Syetan telah berputus asa untuk disembah dinegri kalian, tetapi ia senang ditaati menyangkut hal selain itu diantara amal perbuatan yang kalian anggap sepele, maka berhati-hatilah. Sesungguhnya aku telah meninggalkan/mewariskan pada kalian apa2 yang jika kalian berpegang teguh padanya, maka kalian tidak akan sesat selamanya, yaitu kitab Allah dan Sunnah NabiNya” HASAN, riwayat Bukhari, Muslim, Al Hakim, Adz zahabi, Albani Nabi shallallahu alaihi wa sallam membuat garis dgn tangannya, kemudian bersabda, “Inilah jalan Allah yg lurus”, lalu beliau membuat garis2 di kanan dan kirinya kmudian bersabda,”Inilah jalan2 yg sesat, tak satupun jalan2 itu kecuali didalamnya terdapat syaitan yg menyeru kepadanya”.[SHAHIH. HR. Ahmad 1/435, ad Darimi 1/72, al Hakim 2/261, al Lalika’i 1/90. Dishahihkan al Albani dlm Dzilalul Jannah]. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda “Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, patuh dan taat walaupun dipimpin budak Habasyi, karena siapa yang masih hidup dari kalian maka akan melihat perselisihan yang banyak. Maka berpegang teguhlah kepada sunnahku dan sunnah pada Khulafaur Rasyidin yang memberi petunjuk berpegang teguhlah kepadanya dan gigitlah dia dengan gigi geraham kalian. Dan waspadalah terhadap perkara-perkara yang baru yang diada-adakan kepada hal-hal yang baru itu adalah kebid’ahan dan setiap kebid’ahan adalah kesesatan”. [SHAHIH. Dawud 4608, At-Tirmidziy 2676 dan Ibnu Majah 44,43,Al-Hakim 1/97] “Aku tinggalkan kalian di atas jalan yang putih, malamnya bagaikan siangnya, tidak ada seorang pun sepeninggalku yang berpaling darinya melainkan ia akan binasa….”[SHAHIH. HR Ibnu Majah 1/16 no. 43 dan lain-lain, dari hadits Al-Irbadh bin Sariyah Radhiyallahu anhu. Ini lafazh dalam Sunan Ibnu Majah. Lihat juga As-Silsilah Ash-Shahihah 2/610 no. 937] ☀ ☀☀ SALAFY Inilah dialog antara Syaikh Al-Albani rahimahullah dgn ustadz Abdul Halim Abu Syuqah, pengarang kitab “Tahrirul Mar’ah Fi Ashri Ar-Risalah”. Berkata Asy-Syaikh Albani “Kalau engkau ditanya apa madzhab kamu, apa yang akan kamu katakan ?” Dia menjawab “Muslim” Berkata Asy-Syaikh Ini tidak cukup ! Dia berkata “Sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menamakan kita kaum muslimin sejak dahulu, lalu dia membacakan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala “Dia Allah telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu” [Al-Hajj 78] Berkata Asy-Syaikh “Ini adalah jawaban yang benar seandainya kita berada di zaman awal sebelum berkembangnya kelompok-kelompok sesat, dan seandainya kita tanyakan -sekarang- setiap muslim dari kelompok-kelompok yang kita berselisih dengannya secara mendasar dalam aqidah, maka tidak akan berbeda jawabannya dari jawaban ini, semuanya mengatakan baik orang Syi’ah Rafidah, Khawarij, Druze, Nushairiy Al-Alawiy Saya Muslim, kalau begitu jawaban itu belum cukup untuk saat-saat ini”. Dia berkata “Kalau begitu saya katakan Saya muslim yang berada di atas Al-Kitab dan As-Sunnah”. Berkata Asy-Syaikh “Ini juga tidak cukup”. Dia berkata “Kenapa ?” Berkata Asy-Syaikh “Apakah kamu dapatkan seorang dari mereka yang telah kita jadikan contoh mengatakan Saya muslim dan saya tidak berada di atas Al-Kitab dan As-Sunnah … maka siapakah yang mengatakan Saya tidak berada di atas Al-Kitab dan As-Sunnah”. Kemudian Syaikh mulai menjelaskan arti penting tambahan yang kami telah tetapkan yaitu Al-Kitab dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman As-Salaf Ash-Shalih. Dia berkata “Kalau begitu saya seorang muslim yang berada di atas Al-Kitab dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman As-Salaf Ash-Shalih”. Berkata Asy-Syaikh “Jika seorang bertanya kepada kamu tentang madzhab kamu, apakah kamu akan menjawab demikian ?” Dia berkata “Ya”. Berkata Asy-Syaikh “Bagaimana pendapat kamu jika kita meringkasnya secara bahasa, karena sebaik-baiknya perkataan adalah yang paling ringkas tetapi mewakili maksudnya, maka kita katakan Salafiy”. Dia berkata “Saya mungkin berbasa-basi kepadamu dan saya katakan Ya, akan tetapi keyakinan saya tetap seperti tadi, karena pertama yang terbesit pada pikiran seseorang ketika mendengar kamu adalah Salafiy adalah hal-hal yang banyak dari kebiasaan berupa sikap-sikap keras yang mengantar kepada kebengisan yang terkadang ada pada Salafiyin orang-orang Salafiy”. Berkata Asy-Syaikh “Anggaplah ucapanmu itu benar. Jika kamu katakan Saya muslim, tidak akan terpahami kamu seorang Syi’ah Rafidah atau Druziyah atau Ismailiyah..?” Dia berkata “Mungkin saja akan tetapi saya telah mengikuti ayat yang mulia “Dia Allah telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu” [Al-Hajj 78]” Berkata Asy-Syaikh “Tidak wahai saudaraku ! sesungguhnya kamu tidak mengikuti ayat tersebut, karena ayat tersebut bermakna Islam yang benar, sepatutnyalah diajak bicara orang-orang sesuai dengan akalnya … apakah ada seorang yang memahami dari kamu bahwa kamu muslim dengan makna yang ada di ayat tersebut ? Adapun hal-hal yang jelek yang telah kamu sebutkan tadi adakalanya benar atau tidak benar, karena perkataan kamu keras, adakalanya pada sebagian pribadi-pribadi saja dan bukan seperti manhaj ilmiyah yang diyakini, maka tinggalkanlah pribadi-pribadi tersebut. karena kita berbicara tentang manhaj dan karena kalau kita katakan Syi’iy, Driziy, Khorijiy, Shufi atau Mu’taziliy akan masuk juga kepada hal-hal buruk yang telah kamu sebutkan. Kalau begitu hal itu diluar pembahasan kita, karena kita membahas tentang nama yang menunjukkan madzhab yang dipegangi oleh seorang manusia”. Kemudian Syaikh berkata “Bukankah parasahabat semuanya muslim ?” Dia menjawab “Tentu.” Berkata Asy-Syaikh “Akan tetapi ada dari mereka yang mencuri dan berzina, dan ini tidak diperbolehkan seorangpun mengatakan Saya bukan seorang muslim, akan tetapi dia masih seorang muslim yang beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya seperti satu manhaj, akan tetapi dia terkadang menyelisihi manhajnya, karena dia tidak maksum. Oleh karena itu, kita -semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberkati kamu- berbicara tentang kata yang menunjukkan aqidah, pemikiran dan pedoman kita dalam kehidupan dalam hal yang berhubungan dengan perkara agama yang kita beribadah denganya. Adapun fulan keras atau sebaliknya lemah adalah perkara lain”. Kemudian berkata Asy-Syaikh “Saya ingin kamu renungkan kata yang singkat ini sampai kamu tidak tetap terus berada pada kata muslim sedangkan kamu tahu tidak ada seorangpun yang memahami darimu apa yang kamu inginkan darinya, maka kalau begitu berbicaralah kepada manusia sesuai dengan kemampuan akal mereka”. Barakallahu laka fi Talbiyika. Disalin dari Kitab Limadza Ikhtartu Al-Manhaj As-Salafy, edisi Indonesia Mengapa Memilih Manhaj Salaf Studi Kritis Solusi Problematika Umat oleh Syaikh Abu Usamah Salim bin Ied Al-Hilaly ☀ ☀☀ ASY’ARIYAH mazhab Asy’ari atau ASWAJA [ Tidak termasuk Ahlus Sunnah Wal Jama’ah ] Ada TIGA FASE keyakinan yang al-Imam Abul Hasan al-Asy’ari lalui, yaitu »̶>❥Fase pertama bersama Mu’tazilah, »̶>❥Fase kedua bersama Kullabiyah, »̶>❥Dan TERAKHIR bersama Salafiyah Ahlus Sunnah wal Jamaah setelah mendapatkan hidayah dari ar-Rahman. ADAPUN, Asy’ariyah / Mazhab Asy’ari / ASWAJA, tiada lain adalah KELANJUTAN DARI mazhab KULLABIYAH, yang TELAH DITINGGALKAN oleh al-Imam Abul Hasan al-Asy’ari sendiri. Bahkan, dengan tegas Beliau menyatakan bahwa beliau berada di atas jalan Rasulullah dan as-salafush shalih, sejalan dengan al-Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal , dan menyelisihi siapa saja yang berseberangan dengan beliau [7]. Rujukan Napak Tilas Perjalanan Hidup al-Imam Abul Hasan Al-asy’ari ditulis oleh Al-Ustadz Ruwaifi bin Sulaimi, Lc. ♧♧♧♧♧♧ Ulama yang menyatakan bahwa Asy’ariyah ASWAJA_pen, BUKAN AHLUS SUNNAH 1. Al-Imam Ahmad bin Hambal rahimahullahu Ibnu Khuzaimah rahimahullahu ditanya oleh Abu Ali Ats-Tsaqafi “Apa yang kau ingkari, wahai ustadz, dari madzhab kami supaya kami bisa rujuk darinya?” Ibnu Khuzaimah berkata “Karena kalian condong kepada pemahaman Kullabiyah. Ahmad bin Hanbal termasuk orang yang paling keras terhadap Abdullah bin Said bin Kullab dan teman-temannya, seperti Harits serta lainnya.” Perlu diketahui bahwa Kullabiyah adalah masyayikh guru/pembesar Asy’ariyah. Ibnu Taimiyah rahimahullahu berkata “Kullabiyah adalah guru-guru orang Asy’ariyah….”Kitab Istiqamah 2. Ibnu Qudamah rahimahullahu Beliau rahimahullahu berkata “Kami tidak mengetahui ada kelompok ahlul bid’ah yang menyembunyikan pemikiran-pemikirannya dan tidak berani menampakkannya, selain zanadiqah kaum zindiq, orang-orang yang menyembunyikan kekafiran dan menampakkan keimanan, red. dan Asy’ariyah.” 3. Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin rahimahullahu Beliau berkata “Asya’irah dan Maturidiyah serta yang semisal mereka, bukanlah Ahlus Sunnah wal Jamaah.” 4. Syaikh Shalih Al-Fauzan pernah ditanya “Apakah Asy’ariyah dan Maturidiyah termasuk Ahlus Sunnah?” Beliau menjawab “Mereka tidak teranggap sebagai Ahlus Sunnah. Tidak ada seorang pun yang memasukkan mereka ke dalam Ahlus Sunnah wal Jamaah. Mereka memang menamakan diri mereka termasuk Ahlus Sunnah, namun hakikatnya mereka bukanlah Ahlus Sunnah.” Lihat Takidat Musallamat Salafiyah hal. 19-30 Rujukan Sufi Adalah Pengikut Firqah Asy’ariah Ditulis Oleh Al-Ustadz Abu Abdillah Abdurrahman Mubarak ♧♧♧♧♧♧ Dalam daurah Syar’iyyah Fi Masail Aqa’idiyyah Wal Manhajiyyah di Surabaya, dua tahun yang lalu, Syaikh Salim ditanya Apakah Al Asy’ariyyah termasuk Ahlu Sunnah Wal Jama’ah? Beliau menjawab dengan tegas “Al Asy’ariyyah tidak termasuk Ahlu Sunnah Wal Jama’ah.” Dinukil dr [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun VNina FemI/1425H/2004M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296] Footnote [7] Perlu diketahui, mazhab Asy’ari atau ASWAJA atau Kullabiyah, semuanya berseberangan dengan prinsip yang diyakini oleh al-Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal . Dengan demikian, berseberangan pula dengan prinsip yang diyakini oleh al-Imam Abul Hasan al-Asy’ari . Tajuddin as-Subki —seorang tokoh mazhab Syafi’i—berkata, “Abul Hasan al-Asy’ari adalah tokoh besar Ahlus Sunnah setelah al-Imam Ahmad bin Hanbal. Akidah beliau adalah akidah al-Imam Ahmad , tiada keraguan dan kebimbangan padanya. Inilah yang ditegaskan berkali-kali oleh Abul Hasan al-Asy’ari dalam beberapa karya tulis beliau.” Thabaqat asy-Syafi’iyyah al-Kubra 4/236 ====== Catatan 1> Apa itu madzab Kullabiyah ? lihat di 2> Apa itu Mu’tazilah ? lihat di »̶˚♧♧°̶ Lihat ☀ ☀☀ Adapun Wahabi adalah sebutan “tuduhan” bagi mereka2 berpegang teguh pada as sunnah dan memerangi syirik sebagaimana dakwah yang di canangkan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang mana dakwah beliau adalah memurnikan Islam yang “Anti Syirik” dan “Anti Bid’ah”. Sebutan tuduhan “wahabi” ini di prakarsai oleh musuh2 dakwah tauhid yang mana mereka adalah “Ahlul bid’ah” dan”Ahlusy Syirik” SIAPA PENCETUS PERTAMA ISTILAH WAHHABI? Suatu hal yang jelas bahwa Inggris merupakan negara barat pertama yang cukup interest menggelari dakwah ini dengan “Wahhabisme”, alasannya karena dakwah ini mencapai wilayah koloni Inggris yang paling berharga, yaitu India. Banyak ulamâ` di India yang memeluk dan menyokong dakwah Imâm Ibn Abdil Wahhâb. Juga, Inggris menyaksikan bahwa dakwah ini tumbuh subur berkembang dimana para pengikutnya telah mencakup sekelompok ulamâ` ternama di penjuru dunia Islâm. Selama masa itu, Inggris juga mengasuh sekte Qâdhiyânî dalam rangka untuk mengganti mainstream ideologi Islam. [Lihat Dr. Muhammâd ibn Sa’d asy-Syuwai’ir, Tashhîh Khathâ’ Târîkhî Haula`l Wahhâbiyyah, Riyâdh Dârul Habîb 2000; hal. 55]. Mereka berhasrat untuk memperluas wilayah kekuasaan mereka di India dengan mengandalkan sebuah sekte ciptaan mereka sendiri, Qâdhiyânî, yaitu sekte yang diciptakan, diasuh dan dilindungi oleh Inggris. Sekte yang tidak menyeru jihad untuk mengusir kolonial Inggris yang berdiam di India. Oleh karena itulah, ketika dakwah Imâm Ibn Abdil Wahhâb mulai menyebar di India, dan dengannya datanglah slogan jihad melawan penjajah asing, Inggris menjadi semakin resah. Mereka pun menggelari dakwah ini dan para pengikutnya sebagai Wahhâbi’ dalam rangka untuk mengecilkan hati kaum muslimin di India yang ingin turut bergabung dengannya, dengan harapan perlawanan terhadap penjajah Inggris tidak akan menguat kembali.* Banyak Ulamâ` yang mendukung dakwah ini ditindas, beberapa dibunuh dan lainnya dipenjara.** Catatan * Hunter dalam bukunya yang berjudul “The Indian Musalmans” mencatat bahwa selama pemberontakan orang India tahun 1867, Inggris paling menakuti kebangkitan muslim Wahhâbi’ yang tengah bangkit menentang Inggris. Hunter menyatakan di dalam bukunya bahwa “There is no fear to the British in India except from the Wahhabis, for they are causing disturbances againts them, and agitating the people under the name of jihaad to throw away the yoke of disobedience to the British and their authority.” [“Tidak ada ketakutan bagi Inggris di India melainkan terhadap kaum Wahhâbi, karena merekalah yang menyebabkan kerusuhan dalam rangka menentang Inggris dan mengagitasi membangkitkan semangat umat dengan atas nama jihâd untuk memusnahkan penindasan akibat dari ketidaktundukan kepada Inggris dan kekuasaan mereka.”] Lihat Hunter, “The Indian Musalmans”, di London Trűbner and Co., 1871; Calcuta Comrade Publishers, 1945, 2nd edn.; New Delhi Rupa & Co., 2002 Reprint ** Di Bengal selama masa ini, banyak kaum muslimin termasuk tua, muda dan para wanita, semuanya disebut dengan “Wahhâbi” dan dianggap sebagai “pemberontak” yang melawan Inggris kemudian digantung pada tahun 1863-1864. Mereka yang dipenjarakan di Pulau Andaman dan disiksa adalah para ulama dari komunitas Salafî-Ahlul Hadîts, seperti Syaikh Ja’far Tsanisârî, Syaikh Yahyâ Alî 1828-1868, Syaikh Ahmad Abdullâh 1808-1881, Syaikh Nadzîr Husain ad-Dihlawî dan masih banyak lagi lainnya. Muhammad Ja’far, Târikhul Ajîb dan Târikhul Ajîb – History of Port Blair Nawalkshore Press, 1892, 2nd edition. Suatu hal yang perlu dicatat, di dalam surat-surat dan laporan-laporan yang dikirimkan kepada ayah tirinya dan pemerintahan Utsmâniyyah Ottomans, Ibrâhîm Basyâ Pasha, anak angkat Muhammad Alî Basyâ Pasha, juga menggunakan istilah Wahhâbi, Khowârij dan Bid’ah Heretics’ untuk menggambarkan dakwah Muhammad Ibn Abdul Wahhâb dan Negara Saudî [Lihat ibid, hal. 70]. Hal ini, tentu saja, terjadi sebelum Ibrâhîm Basyâ memberontak dan menyerang khilâfah Utsmâniyyah dan hampir saja menghancurkannya di dalam proses pemberontakannya. Dr. Nâshir Tuwaim mengatakan “Kaum Orientalis terdahulu, menggunakan istilah Wahhâbiyyah, Wahhâbî, Wahhâbis’ di dalam artikel-artikel dan buku-buku mereka untuk menyandarkan menisbatkan istilah ini kepada gerakan dan pengikut Syaikh Muhammad Ibn Abdul Wahhâb. Beberapa diantara mereka bahkan memperluasnya dengan memasukkan istilah ini sebagai judul buku mereka, semisal Burckhardt, Brydges dan Cooper, atau sebagai judul artikel mereka, seperti Wilfred Blunt, Margoliouth, Samuel Zwemer, Thomas Patrick Hughes, Samalley dan George Rentz. Mereka melakukan hal ini walaupun sebagian dari mereka mengakui bahwa musuh-musuh dakwah ini menggunakan istilah ini untuk menggambarkannya, padahal para pengikut Syaikh Muhammad Ibn Abdul Wahhâb tidak menyandarkan diri mereka kepada istilah ini. * Margoliouth sebagai contohnya, ia mengaku bahwa istilah Wahhâbiyyah” digunakan oleh musuh-musuh dakwah selama masa hidup pendiri’-nya, kemudian digunakan secara bebas oleh orang-orang Eropa. Walau demikian, ia menyatakan bahwa istilah ini tidak digunakan oleh para pengikut dakwah ini di Jazîrah Arab. Bahkan, mereka menyebut diri mereka sendiri sebagai “Muwahhidŭn”. [ Margoliouth, Wahabiya, hal. 618, 108. Artikel karya Margoliouth yang berjudul Wahhabis’ ini juga dapat ditemukan di dalam The First Encyclopaedia of Islam, 1913-1936 New York Brill, 1987 Reprint , karya Houtsma, Arnold, R. Basset, R. Hartman, Wensinck, Gibb, W. Heffening dan E. Lêvi-Provençal ed dan The Shorter Encyclopaedia of Islam Leiden and London Brill and Luzac & Co., 1960, hal. 619 karya Gibb, Kramers dan E. Lêvi-Provençal ed. Artikel ini juga dicetak ulang dalam o Reading, UK Ithaca Press, 1974 o Leiden Brill, 1997 o Dan cetakan pertama, Leiden and London Bril and Luzac & Co., dan New York Cornel University Press, 1953.] * Thomas Patrick Hughes menggambarkan “Wahhâbiyyah” sebagai gerakan reformis Islâm yang didirikan oleh Muhammad Ibn Abdul Wahhâb, yang menyatakan bahwa musuh-musuh mereka tidak mau menyebut mereka sebagai “Muhammadiyyah” Muhammadans, malahan, mereka menyebutnya sebagai Wahhâbî’, sebuah nama setelah namanya ayahnya Syaikh… [Thomas Patrick Huges, Dictionary of Islam, hal. 59]. * George Rentz mengatakan bahwa istilah Wahhâbî’ digunakan untuk mengambarkan para pengikut Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhâb oleh musuh-musuh mereka sebagai ejekan bahwa Syaikh mendirikan sebuah sekte baru yang harus dihentikan dan aqidahnya ditentang. Mereka yang disebut dengan sebutan Wahhâbî’ ini beranggapan bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhâb hanyalah seorang pengikut Sunnah, oleh karena itulah mereka menolak istilah ini dan bahkan menuntut agar dakwah beliau disebut dengan ad-Da’wah ila’t Tauhîd’, dimana istilah yang tepat untuk menggambarkan para pengikutnya adalah Muwahhidŭn’… [George Rentz dan Arberry, The Wahhabis in Religion in The Middle East Three Religion in Concord and Conflict, Cambridge Cambridge University Press, 1969, hal. 270]. Rentz juga mengatakan bahwa, para penulis barat ketika menggunakan istilah Wahhâbî’ adalah dengan maksud ejekan, ia juga menyatakan bahwa ia menggunakan istilah itu sebagai klarifikasi. [Lihat Nâshir ibn Ibrâhîm ibn Abdullâh Tuwaim, Asy-Syaikh Muhammad ibn Abd`ul Wahhâb Hayâtuhu wa Da’watuhu fi`r Ru`yâ al-Istisyrâqiyya Dirôsah Naqdîyyah Riyadh Kementerian Urusan Keislaman, Pusat Penelitian dan Studi Islam, 1423/2003 hal. 86-7. Buku ini juga dapat dilihat secara online di . Biar bagaimanapun, siapa saja yang menggunakan istilah ini , baik dari masa lalu sampai saat ini, telah melakukan beberapa kesalahan, diantaranya * Mereka menyebut dakwah Muhammad bin Abdul Wahhâb sebagai Wahhâbiyyah’, walaupun dakwah ini tidak dimulai oleh Abdul Wahhâb, namun oleh puteranya Muhammad. * Pada awalnya, Abdul Wahhâb tidak menyetujui dakwah puteranya dan menyanggah beberapa ajaran puteranya. Walau demikian, tampak pada akhir kehidupannya bahwa beliau akhirnya menyetujui dakwah puteranya. Semoga Alloh merahmatinya. Musuh-musuh dakwah, tidak menyebut dakwah ini dengan sebutan Muhammadiyyah –terutama semenjak Muhammad, bukan ayahnya, Abdul Wahhâb, memulai dakwah ini- karena dengan menyebutkan kata ini, Muhammad, mereka bisa mendapatkan simpati dan dukungan dakwah, ketimbang permusuhan dan penolakan. Istilah “Wahhâbi”, dimaksudkan sebagai ejekan dan untuk meyakinkan kaum muslimin supaya tidak mengambil ilmu atau menerima dakwah Muhammad ibn Abdul Wahhâb, yang telah digelari oleh mereka sebagai mubtadi’ ahli bid’ah yang tidak mencintai Rasulullâh Shallâllâhu alaihi wa Sallam. Walaupun demikian, penggunaan istilah ini telah menjadi sinonim dengan seruan dakwah untuk berpegang al-Qur`ân dan as-Sunnah dan suatu indikasi memiliki penghormatan yang luar biasa terhadap salaf, yang berdakwah untuk mentauhîdkan Allôh semata serta memerintahkan untuk mentaati semua perintah Rasulullâh Shallâllâhu alaihi wa Sallam. Hal ini adalah kebalikan dari apa yang dikehendaki oleh musuh-musuh dakwah. [Lihat Qodhî Ahmad ibn Hajar Alu Abŭthâmi al-Bŭthâmi, Syaikh Muhammad Ibn Abdul Wahhâb His Salafî Creed and Reformist Movement, hal. 66]. Pada belakang hari, banyak musuh-musuh dakwah Imam Muhammad Ibn Abdul Wahhâb akhirnya menjadi kagum terhadap dakwah dan memahami esensi dakwahnya yang sebenarnya, melalui membaca buku-buku dan karya-karyanya. Mereka mempelajari bahwa dakwah ini adalah dakwah Islam yang murni dan terang, yang Alloh mengutus semua Nabi-Nya alaihim`us Salâm untuknya untuk dakwah tauhîd ini. Menggunakan istilah Wahhâbiyyah’ ini, tidak akan menghentikan penyebaran dakwah ini ke seluruh penjuru dunia. Bahkan pada kenyataannya, walaupun berada di tengah-tengah dunia barat, banyak kaum muslimin yang mempraktekkan Islam murni ini, yang mana Imâm Muhammad Ibn Abdul Wahhâb secara antusias mendakwahkannya dan menjadikannya sebagai misi dakwah beliau. Semua ini disebabkan karena tidak ada seorangpun yang dapat mengalahkan al-Qur`ân dan as-Sunnah, tidak peduli sekuat apapun seseorang itu. Perlu dicatat pula, bahwa diantara karakteristik mereka yang berdakwah kepada tauhîd adalah, adanya penghormatan yang sangat besar terhadap al-Qur`ân dan sunnah Nabi. Mereka dikenal sebagai kaum yang mendakwahkan untuk berpegang kuat dengan hukum Islam, memurnikan tashfiyah dan mendidik tarbiyah bahwa peribadatan hanya milik Allôh semata serta memberikan respek terhadap para sahabat nabî dan para ulamâ` Islâm. Mereka adalah kaum yang dikenal sebagai orang yang lebih berilmu di dalam masalah ilmu Islam secara mendetail daripada kebanyakan orang selain mereka. Telah menjadi suatu pengetahuan umum bahwa dimana saja ada seorang salafî bermukim, kelas-kelas yang mengajarkan ilmu sunnah tumbuh subur. Sekiranya istilah “Wahhâbî” ini digunakan untuk para pengikut dakwah, bahkan sekalipun dimaksudkan untuk mengecilkan hati ummat agar tidak mau menerima dakwah mereka, tetaplah salah baik dulu maupun sekarang, menyebut dakwah ini dengan sebutan “Wahhâbiyyah”. Imâm Muhammad ibn Abdul Wahhâb berdakwah menyeru kepada jalan Rasulullâh Shallâllâhu alaihi wa Sallam dan para sahabat nabi, beliau tidak berdakwah menyeru kaum muslimin supaya menjadi pengikutnya. Dakwah beliau bukanlah sebuah aliran/sekte baru, namun dakwah beliau adalah kesinambungan warisan dakwah yang dimulai dari generasi pertama Islam dan mereka yang mengikuti jalan mereka dengan lebih baik. Dalihbahasakan oleh Abŭ Salmâ al-Atsarî dari Jalâl Abŭ Alrub dan Alâ Mencke ed., Biography and Mission of Muhammad Ibn Abdul Wahhâb Orlando, Florida Madinah Publisher, 1424/2003, hal. 677-81. Dengan tambahan catatan oleh Salafimanhaj Research, Who First Used The Term “Wahhabi”? ☀ ☀☀☀☀☀ ☀ Tanya JBS Asslamualaikum, Afwan,untuk ASWAJA apakah itu harus ditinggalkan ? Tolong penjelasannya Jawab Abu Ayaz JBS afwan, utk menjawab pertanyaan antum itu, butuh penjelasan yang panjang sekali agar antum faham rincian2nya. Namun intinya, jika antum tidak mau di katakan sebagai ahlul bid’ah dan ahlul syirik sebab ASWAJA melakukan banyak sekali bid’ah dan mereka tawasul di kuburan orang2 yang mereka anggap wali , dan antum tidak mau dikatakan mengingkari bahwa Allah ada diatas langit sebagaimana hadits yang shahih, maka tinggalkanlah pemahaman ASWAJA ini. Namun dalam hal ini tidak ada paksaan. Semoga Allah memberi antum hidayah. Allahu yahdik wa hadaanallahu. ___ Jawab Abu Nabilah Mungkin bisa ana tambahkan … Mengenal Sejarah dan Pemahaman Ahlussunnah wal Jamaah Rabu, 27 Agustus 2003 – 024358 kategori Manhaj Penulis Majalah Salafy Edisi Perdana/Syaban/1416 . . Sebelum kita berbicara tentang topik dan judul pembahasan ini, sebaiknya kita mengenal beberapa pengertian istilah yang akan dipakai dalam pembahasan ini. A. Beberapa Pengertian 1. As-Sunnah As-Sunnah ialah jalan yang ditempuh atau cara pelaksanaan suatu amalan baik itu dalam perkara kebaikan maupun perkara kejelekan. Maka As-Sunnah yang dimaksud dalam istilah Ahlus Sunnah ialah jalan yang ditempuh dan dilaksanakan oleh Rasulullah salallahu alaihi wa sallam serta para shahabat beliau, dan pengertian Ahlus Sunnah ialah orang-orang yang berupaya memahami dan mengamalkan As-Sunnah An-Nabawiyyah serta menyebarkan dan membelanya. 2. Al-Jama’ah Menurut bahasa Arab pengertiannya ialah dari kata Al-Jamu’ dengan arti mengumpulkan yang tercerai berai. Adapun dalam pengertian Asyari’ah, Al-Jama’ah ialah orang-orang yang telah sepakat berpegang dengan kebenaran yang pasti sebagaimana tertera dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits dan mereka itu ialah para shahabat, tabi’in yakni orang-orang yang belajar dari shahabat dalam pemahaman dan pengambilan Islam walaupun jumlah mereka sedikit, sebagaimana pernyataan Ibnu Mas’ud radhiallahu anhu “Al-Jama’ah itu ialah apa saja yang mencocoki kebenaran, walaupun engkau sendirian dalam mencocoki kebenaran itu. Maka kamu seorang adalah Al-Jama’ah.” 3. Al-Bid’ah Segala sesuatu yang baru dan belum pernah ada asal muasalnya dan tidak biasa dikenali. Istilah ini sangat dikenal dkialangan shahabat Nabi Rasulullah salallahu alaihi wa sallam karena beliau selalu menyebutnya sebagai ancaman terhadap kemurnian agama Allah, dan diulang-ulang penyebutannya pada setiap hendak membuka khutbah. Jadi secara bahasa Arab, bid’ah itu bisa jadi sesuatu yang baik atau bisa juga sesuatu yang jelek. Sedangkan dalam pengertian syari’ah, bid’ah itu semuanya jelek dan sesat serta tidak ada yang baik. Maka pengertian bid’ah dalam syariah ialah cara pengenalan agama yang baru dibuat dengan menyerupai syariah dan dimaksudkan dengan bid’ah tersebut agar bisa beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala lebih baik lagi dari apa yang ditetapkan oleh syari’ah-Nya. Keyakinan demikian ditegakkan tidak di atas dalil yang shahih, tetapi hanya berdasar atas perasaan, anggapan atau dugaan. Bid’ah semacam ini terjadi dalam perkara aqidah, pemahaman maupun amalan. 4. As-Salaf Arti salaf secara bahasa adalah pendahulu bagi suatu generasi. Sedangkan dalam istilah syariah Islamiyah as-salaf itu ialah orang-orang pertama yang memahami, mengimami, memperjuangkan serta mengajarkan Islam yang diambil langsung dari shahabat Nabi salallahu alaihi wa sallam, para tabi’in kaum mukminin yang mengambil ilmu dan pemahaman/murid dari para shahabat dan para tabi’it tabi’in kaum mukminin yang mengambil ilmu dan pemahaman/murid dari tabi’in. istilah yang lebih lengkap bagi mereka ini ialah as-salafus shalih. Selanjutnya pemahaman as-salafus shalih terhadap Al-Qur’an dan Al-Hadits dinamakan as-salafiyah. Sedangkan orang Islam yang ikut pemahaman ini dinamakan salafi. Demikian pula dakwah kepada pemahaman ini dinamakan dakwah salafiyyah. 5. Al-Khalaf Suatu golongan dari ummat Islam yang mengambil fislafat sebagai patokan amalan agama dan mereka ini meninggalkan jalannya as-salaf dalam memahami Al-Qur’an dan Al-Hadits. Awal mula timbulnya istilah Ahlus Sunnah wal Jama’ah tidak diketahui secara pasti kapan dan dimana munculnya karena sesungguhnya istilah Ahlus Sunnah wal Jama’ah mulai depopulerkan oleh para ulama salaf ketika semakin mewabahnya berbagai bid’ah dikalangan ummat Islam. Yang jelas wabah bid’ah itu mulai berjangkit pada jamannya tabi’in dan jaman tabi’in ini yang bersuasana demikian dimulai di jaman khalifah Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu. Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Kitab Shahihnya juz 1 Syarah Imam Nawawi bab Bayan Amal Isnad Minad Din dengan sanadnya yang shahih bahwa Muhammad bin Sirrin menyatakan, “Dulu para shahabat tidak pernah menanyakan tentang isnad urut-urutan sumber riwayat ketika membawakan hadits Nabi salallahu alaihi wa sallam. Maka ketika terjadi fitnah yakni bid’ah mereka menanyakan, sebutkan para periwayat yang menyampaikan kepadamu hadits tersebut.’ Dengan cara demikian mereka dapat memeriksa masing-masing para periwayat tersebut, apakah mereka itu dari ahlus sunnah atau ahlul bid’ah. Bila dari ahlus sunnah diambil dan bila ahlul bid’ah ditolak.” Riwayat yang sama juga dibawakan oleh Khalid Al-Baghdadi dengan sanadnya dalam kitab beliau. Riwayat ini memberitahukan kepada kita bahwa pada jaman Muhammad bin Sirrin sudah ada istilah ahlus sunnah dan ahlul bid’ah. Muhammad bin Sirrin lahir pada tahun 33 H dan meniggal pada tahun 110 H. kemudian istilah ini juga muncul pada jaman Imam Ahmad bin Hambal lahir 164 dan meninggal 241 H khususnya ketika terjadi fitnah pemahaman sesat yang menyatakan bahwa Al-Qur’an itu makhluk, bertentangan dengan ahlus sunnah yang menyatakan bahwa Al-Qur’an itu Kalamullah. Fitnah terjadi di jaman pemerintahan Khalifah Al-Ma’mun Al-Abbasi. Imam Ahmad pada masa fitnah ini adalah termasuk tokoh yang paling berat mendapat sasaran permusuhan dan kekejaman para tokoh ahlul bid’ah melalui Khalifah tersebut. Mulai saat itulah istilah ahlus sunnah wal jama’ah menjadi sangat populer hingga kini. Jadi, istilah ahlu sunnah timbul dan menjadi populer ketika mulai serunya pergulatan antara as-salaf dan al-khalaf, akibat adanya infiltrasi berbagai filsafat asing ke dalam masyarakat Islam. Ahlus Sunnah wal Jama’ah kemudian menjadi simbol sikap istiqamahnya tegarnya para ulama ahlul hadits dalam berpegang dengan as-salafiyah ketika para tokoh ahlul bid’ah meninggalkannya dan ketika berbagai pemahaman dan amalan bid’ah mendominasi masyarakat Islam. B. Dalil-Dalil Ahlus Sunnah wal Jama’ah Mengapa ahlu sunnah demikian bersikeras merujuk pada pemahaman para shahabat Nabi salallahu alaihi wa sallam dalam memahami Al-Qur’an dan Al-Hadits? Ini adalah pertanyaan yang tentunya membutuhkan dalil-dalil Al-Qur’an dan Al-Hadits untuk menjawabnya. Ahlus Sunnah merujuk kepada para shahabat dalam memahami Al-Qur’an dan Al-Hadits dikarenakan Allah dan Rasul-Nya banyak sekali memberitahukan kemuliaan mereka, bahkan memujinya. Faktor ini membuat para shahabat menjadi acuan terpercaya dalam memahami Al-Qur’an dan Al-Hadits sebagai landasan utama bagi Syari’ah Islamiyah. Dalil dari Al-Qur’an dan Al-Hadits shahih yang menjadi pegangan ahlus sunnah dalam merujuk kepada pemahaman shahabat sangat banyak sehingga tidak mungkin semuanya dimuat dalam tulisan yang singkat ini. Sebagian diantaranya perlu saya tulis disini sebagai gambaran singkat bagi pembaca tentang betapa kokohnya landasan pemahaman ahlus sunnah terhadap syariah ini. 1. Para shahabat Nabi salallahu alaihi wa sallam adalah kecintaan Allah dan mereka pun sangat cinta kepada Allah “Sesungguhnya Allah telah ridha kepada orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu Hai Muhammad di bawah pohon yakni Baitur Ridwan maka Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka lalu menurunkan keterangan atas mereka dan memberi balasan atas mereka dengan kemenangan yang dekat waktunya.Al-Fath18 Ayat ini menerangkan bahwa Allah telah ridha kepada para shahabat yang turut membaiat Rasulullah salallahu alaihi wa sallam di Hudhaibiyyah sebagai tanda bahwa mereka telah siap taat kepada beliau dalam memerangi kufar kaum kafir Quraisy dan tidak lari dari medan perang. Diriwayatkan bahwa yang ikut ba’iah tersebut seribu empat ratus orang. Dalam ayat lain, Allah Sunahanahu wa Ta’ala berfirman “Hai orang-orang yang beriman, siapa di antara kalian yang murtad dari agama-Nya yakni keluar dari Islam niscaya Allah akan datangkan suatu kaum yang Ia mencintai mereka dan mereka mencintai Allah, bersikap lemah lembut terhadap kaum mukminin dan bersikap keras terhadap orang-orang kafir, mereka berjihad di jalan Alah dan tidak takut cercaan si pencerca. Yang demikian itu adalah keutamaan dari Allah yang diberikan kepada siapa saja yang Ia kehendaki dan Allah itu Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.”Al-Maidah54 Ath-Thabari membawakan beberapa riwayat tentang tafsir ayat ini antara lain yang beliau nukilkan dari beberapa riwayat dengan jalannya masin-masing, bahwa Al-Hasan Al-Basri, Adh-Dhahadh, Qatadah, Ibnu Juraij, menyatakan bahwa yang dimaksud dengan ayat ini adalah Abu Bakar Ash-Shidiq dan segenap shahabat Nabi setelah wafatnya Rasulullah salallahu alaihi wa sallam dalam memerangi orang yang murtad. 3. Para shahabat adalah teladan utama setelah Nabi dalam beriman Ditegaskan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala “Kalau mereka itu beriman seperti imannya kalian yaitu kaum mukminin terhadapnya, maka sungguh mereka itu mendapatkan perunjuk dan kalau mereka berpaling mereka itu dalam perpecahan. Maka cukuplah Allah bagimu hai Muhammad terhadap mereka dan Dia Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.”Al-Baqarah137 Ayat ini menegaskan bahwa imannya kaum mukminin itu adalah patokan bagi suatu kaum untuk mendapat petunjuk Allah. Kaum mukminin yang dimaksud yang paling mencocoki kebenaran sebagaimana yang dibawa oleh Nabi salallahu alaihi wa sallam tidak lain ialah para shahabat Nabi yang paling utama dan generasi sesudahnya yang mengikuti mereka. Juga ditegaskan pula hal ini oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Surat Al-Fath 29 “Muhammad itu adalah Rasulullah, dan orang-orang yang besertanya keras terhadap orang-orang kafir, berkasih sayang sesama mereka. Engkau lihat mereka ruku dan sujud mengharapkan keutamaan dari Allah dan keridhaan-Nya. Terlihat pada wajah-wajah mereka bekas sujud. Demikianlah permisalan mereka di Taurat, dan demikian pula permisalan mereka di Injil. Sebagaimana tanaman yang bersemi kemudian menguat dan kemudian menjadi sangat kuat sehingga tegaklah ia diatas pokoknya, yang mengagumkan orang yang menanamnya, agar Allah membikin orang-orang kafir marah pada mereka. Allah berjanji kepada orang-orang yang beriman dari kalangan mereka itu ampunan dan pahala yang besar.” Dan masih banyak lagi ayat-ayat Al-Qur’an yang menjadi dalil bagi Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam merujuk kepada para shahabat Nabi salallahu alaihi wa sallam dalam memahami Al-Qur’an dan Al-Hadits. Tentunya dalil-dalil dari Al-Qur’an tersebut berdampingan pula dengan puluhan bahkan ratusan hadists shahih yang menerangkan keutamaan shahabat secara keseluruhan ataupun secara individu. Dari hadits-hadits berikut dapat disimpulkan bahwa 1. Kebaikan para shahabat tidak mungkin disamai “Jangan kalian mencerca para shahabatku, seandainya salah seorang dari kalian berinfaq sebesar gunung Uhud, tidaklah ia mencapai ganjarannya satu mudukuran gandum sebanyak dua telapak tangan diraparkan satu dengan lainnya makanan yang dishodaqahkan oleh salah seorang dari mereka dan bahkan tidak pula mencapai setengah mudnya.”HR. Bukhari dan Muslim 2. Para shahabat adalah sebaik-baik generasi dan melahirkan sebaik-baik generasi penerus pula “Dari Imran bin Hushain radhiallahu anhu bahwa Rasulullah salallahu alaihi wa sallam bersabda Sebaik-baik ummatku adalah yang semasa denganku kemudian generasi sesudahnya yakni tabi’in, kemudian generasi yang sesudahnya lagi yakni tabi’it tabi’in. Imran mengatakan Aku tidak tahu apakah Rasulullah menyebutkan sesudah masa beliau itu dua generasi atau tiga.’ Kemudian Rasulullah salallahu alaihi wa sallam bersabda Kemudian sesungguhnya setelah kalian akan datang suatu kaum yang memberi persaksian padahal ia tidak diminta persaksiannya, dan ia suka berkhianat dan tidak bisa dipercaya, dan mereka suka bernadzar dan tidak memenuhi nadzarnya, dan mereka berbadan gemuk yakni gambaran orang-orang yang serakah kepadanya’.”HR Bukhari 3. Para shahabat Nabi salallahu alaihi wa sallam adalah orang-orang pilihan yang diciptakan Allah untuk mendampingi Nabi-Nya “Rasulullah salallahu alaihi wa sallam bersabda Sesungguhnya Allah telah memilih aku dan juga telah memilih bagiku para shahabatku, maka Ia menjadikan bagiku dari mereka itu para pembantu tugasku, dan para pembelaku, dan para menantu dan mertuaku. Maka barang siapa mencerca mereka, maka atasnyalah kutukan Allah dan para malaikat-Nya an segenap manusia. Allah tidak akan menerima di hari Kiamat para pembela mereka yang bisa memalingkan mereka dari adzab Allah.”HR Al-Laalikai dan Hakim, SHAHIH Dan masih banyak lagi hadits-hadits shahih yang menunjukkan betapa tingginya kedudukan para shahabat Nabi salallahu alaihi wa sallam di dalam pandangan Nabi. Maka kalau Allah dan Rasul-Nya di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits telah memuliakan para shahabat dan menyuruh kita memuliakannya, sudah semestinya kalau Ahlus Sunnah wal Jama’ah menjadikan pemahaman, perkataan, dan pengamalan para shahabat terhadap Al-Qur’an dan Al-Hadits sebagai patokan utama dalam menilai kebenaran pemahamannya. Ahlus sunnah juga sangat senang dan mantap dalam merujuk kepada para shahabat Nabi dalam memahami Al-Qur’an dan Al-Hadits. Dikutip dari Majalah Salafy Edisi Perdana/Syaban/1416 H/1995 H, Rubrik Aqidah, Hal 14-17 ____ ☀ ☀☀☀ Catatan Fr. Orcela 1> APA ITU WAHABI ? 2>MELURUSKAN TUDUHAN MIRING TENTANG WAHHABI .
  • ihwr45gxg6.pages.dev/360
  • ihwr45gxg6.pages.dev/447
  • ihwr45gxg6.pages.dev/195
  • ihwr45gxg6.pages.dev/52
  • ihwr45gxg6.pages.dev/122
  • ihwr45gxg6.pages.dev/411
  • ihwr45gxg6.pages.dev/466
  • ihwr45gxg6.pages.dev/80
  • perbedaan salafi dan ahlussunnah wal jamaah